Rabu, 28 Desember 2011

KEIMANAN


      I.       PENDAHULUAN
Di dalam Islam kita harus mengetahui apa yang diajarkan kepada kita apa-apa yang berada dalam Al- Qur’an maupun Hadits. Salah satunya adalah iman. Dalam Islam kita mengenal iman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab-kitab suci, hari kiamat, qodha dan qodhar. Dalam Islam kaum muslim diminta untuk yakin, yang berarti kaum muslim harus bisa mengembangkan sepenuhnya keyakinan mereka dalam hatinya. Dan juga dalam keimanan harus bisa dilakukan dalam keseharian sesuai apa yang ada dalam kitab suci.
Dikatakan bahwa berbuat baik tumbuh dari hati yang mulia, dan karena itu dibutuhkan suatu keimanan yang mengendalikan hati manusia.

   II.       PERUMUSAN MASALAH
A.      Iman, Islam, dan Ikhsan
B.       Kadar Iman Kerkurang Karena Maksiat
C.       Rasa Malu Sebagian dari Iman

 III.     PEMBAHASAN
A.      Iman, Islam, dan Ikhsan
بينما نحن جلوس عند رسول الله (ص) ذات يوم , اذطلع علينا سديد بياض الثياب شديد سواد الشّعر , لايرى عليه اثر السّفر ولايعرفه منّا احد حتّى جلس على النّبيّ (ص) فاسند ركبتيه الى ركبتيه ووضع كفّيه على فخديه وقال : يا محمّد, اخبرني عن الإسلام . فقال رسول الله (ص) الإسلام ان تشهد ان لااله الاّالله , وانّ محمّد رسول الله , وتقيم الصّلاة , وتؤتى الزّكة , وتصوم رمضان , وتحجّ البيت ان استطعت اليه سبيلا قال صدقت , فعجبنا له , يسأله ويصدّقه .
قال : فأخبرنى عن الإيمان .  قال أن تؤمن باالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر , وتؤمن بالقدر خيره وشرّه قال : صد قت.
قال :فأخبرنى عن الحسان , قال : ان تعبد الله كانّك تراه, فإن لم تكن تراه , فإنّه يراك.
قال : فأخبرنى عن السّاعة , قال ما السئول عنها بأعلم من السّاعل , قال فأخبرنى عن امارتها , قال ان تلد الامة ربّتها وان ترى الحفا ة العراة العالة رعاة الابل يتطا ولون في البنان.
ثمّ انطلق , فلبث مليّا ثمّ قال : يا عمر , اتدري منالسّائل قلت : الله ورسوله اعلم . قال : فإنّه جبريل , اتاكم يعلّمكم دينكم .

Artinya :  “Pada suatu hari kami(Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya dan tidak yampak tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah saw. Kedua kakinya menghepit kedua kaki rasulullah, dan telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang islam.”Lalu Rasulullah saw menjawab, islam ialah bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan menunaikan haji apabila mampu.”kemudian dia bertanya lagi,”kini beritahu aku tentang iman,”Rasulullah saw menjawab,”Beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kiatb-kitabNya, rasul-rasulNya, hari kiamat dan qodar baik dan buruknya.”Orang itu lantas berkata,”Benar. Kini beritahu aku tentang ikhsan.”Rasulullah berkata”Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihatNyawalaupun anda tidak melihatnya, karena Allah sesungguhnya melihat anda,” Dia tanya lagi,”Beritahu aku tentang assa’ah (azab kiamat).”Rasulullah menjawab” yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Dan dia tanya lagi, beritahu aku tentang tanda-tandanya,”Rasulullah menjawab,” seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya, orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan mengembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat. Kemudian oarng itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasululallh saw bertanya kepada Umar,”hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?”lalu Umar berkata” Allah dan rasulNya lebih mengetahuinya.” Rasulullah saw berkata ,” itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.”(HR. Muslim).[1]

1.         Iman menurut bahasa ialah tashdiq = membenarkan, amana = sejahtera, meyakini. Menurut istilah sebagian ahli ilmu adalah membenarkan Rasul terhadap apa yang dari Tuhannya, dan menyakini adanya Allah dan Rasulnya dan apa-apa yang di ciptakannya.
Hakikat iman menurut syara’ adalah membenarkan apa-apa yang dibawa oleh Nabi saw dari Allah Ta’ala, yaitu sebagaimana sabdanya:
اّنْ تُؤْ مِنَ بِا للهِ وَمَلآ ئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُلِهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِهِ وَقَدَرِهِ وَشَرِّهِ.
Artinya :  “Hendaklah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari kiamat dan beriman kepada ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk.”[2]

Sedangkan iman menurut pendapat para Ulama’ Salaf dan Khalaf, baik Mutakallimin maupun Muhadditsin ialah “mengucapkan dengan lidah”, yakni mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengamalkannya. Maka sesuai dengan pendapat salaf yang menetapkan bahwasanya  iman ialah “mengiktikadkan dengan hati, menuturkan dengan lidah dan mengerjakan dengan badan”.
Golongan Asy’ariyah berpendapat tentang iman ialah” membenarkan Rasul terhadap apa yang beliau datangkan secara tafshil, yang diketahui ketafshilannya dan secara ijma’ yang diketahu secara ijma’nya, secara membenarkan dengan sokokoh hati, baik berdalil maupun tidak.”
Ar Raghib Al Ashfahany berkata: iman itu kadang kala dipakai menjadi nama bagi syari’at yang didatangkan Muhammad saw. Dan dikatakan mukmin ialah segala orang masuk ke dalam syari’at Muhammad serta mengakui Allah dan kenabian Muhammad SAW.
Dan iman adakalanya digunakan untuk arti: jiwa tunduk kepada kebenaran dengan jalan membenarkanya. Dalam hal ini terjadi apabila, membenarkan dengan hati, mengakui dengan lidah, mengerjakan apa-apa yang di ajarkan yang benar dan diakui itu, dengan anggota badan. Nabi Muhammad SAW  telah menerangkan  dalam Hadits Jibril ini lima dasar pokok iman yaitu:”[3]
1.      Mengamini adanya Allah, mengimani sifat-sifat yang wajib, yang muhal, dan yang jaiz bagi-Nya.
2.      Mengimani adanya malaikat Allah, yaitu tubuh-tubuh yang disandarkan kepada alam atas yang berbentuk cahaya yang dapat membentuk dirinya dengan apa yang diinginkannya.
3.      Mengimani bahwab kita akan menjumpai Allah dihari kesudahan, dan akan melihat-Nya di akhirat.
4.      Mengimani Rasul-rasul-Nya, yakni membenarkan bahwasanya para rasul adalah orang-orang yang benar dengan segala apa-apa yang mereka sampaikan di dunia.
5.      Mengimani bahwa semua makhluk akan dibangkitkan dari kubur. Disangkutkan dengan iman ini akan adanya neraka, timbangan, dan surga.
Dalam sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Imam Al Baihaqi yang berbunyi:
الإيمان نصفان : نصف في الصبر ونصف فى الشكر.
Artinya :  “ Iman terbagi dua, separo dalam sabar dan separo dalam syukur”. (HR. Baihaqi).”

2.         Islam menurut bahasa adalah tunduk dan patuh. Sedangkan menurut pengertian syara’ ada dua:
Pertama, derajat di bawah iman, yaitu mengaku dengan lidah. Dengan pengakuan lidah harus dipelihara darah dan dianggaplah dia orang Islam, tidak dianggap orang kafir lagi, baik pengakuan lidah ini disertai iktikad maupun tidak.
Kedua, derajat di atas iman, yaitu selain dari pengakuan lidah, dan diiktikad dengan hati dan mengerjakan dengan anggota badan, serta berserah diri kepada Allah dalam segala yang dikehendaki Allah SWT.
Dalam Islam juga ada rukun yang harus dilaksanakan oleh semua orang Islam antara lain yang disebutkan dalam Hadits berikut ini :
الإسلام ان تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤدي الزّكاة المفروضة وتصوم رمضان وتحجّ البيت  (رواه الشيخان).
Artinya :     Islam itu ialah engkau akan menyembah Allah, dan tidaj menyekutukannya denagn sesuatupun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang diwajibkan, berpuasa ramadhan dan berhaji ke baitul haram( bagi yang mampu).”

3.         Ihsan menurut bahasa berarti : pertama, mengerjakan sesuatu yang memberi manfaat kepada orang lain, seperti bersedekah kepada orang lain, kedua, mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, dan mengetahui dengan sebenar-benartnya.
Menurut syara’ Ihsan itu bermakna ikhlas atau lebih tegas. Dan juga dalam shalat kita harus selalu mengingat Allah dan khusu’ di dalam kita mengerjakannya. Didalam sabda Nabi SAW:
ان تعبد الله كانك تراه فإلم تكن تراه فإنّه يرك.
Artinya :  “Engkau mengibadahi Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat engkau.”

Ada tiga cara bentuk ibadah :
a.       Melaksanakan ibadah dengan menyempurnakan syarat dan rukun atas dasar ikhlas karena Allah semata.
b.      Melaksanakan ibadah dengan perasaan bahwasanya Allah melihat kita ibadah. Inilah yang dinamakan maqom muraqobah.
c.       Melaksanakan ibadah dengan cara bisa melihat Allah sendiri, ini adalah maqom Nabi saw.
Apabila kita mencintai saudara kita sebagaimana mencintai dirinya sendiri itu temasuk kesempurnaan iman di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
عن انس عن النبى ص م قال لا يؤمن احدكم حتّى يحبّ لأخيه ما يحبّ لنفسه.
Artinya  :    “Anas meriwayatkan atas nama Nabi saw. Beliau bersabda : “ Tiada dari kalian beriman hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.”[4]

B.       Kadar Iman Berkurang Karena Maksiat
Iman bagi seseorang hamba mempunyai kedudukan yang luhur dan tinggi. Dia adalah kewajiban yang paling wajib dan kepentingn yang paling penting. Setiap kebaikan dunia dan akhirat tergantung dalam kebaikan dan keselamatan iman.
Iman itu bisa berkurang karena melakukan maksiat dan lenyap karena selalu mengelimang dalam perbuatan maksiat. Dalam sebuah Hadits disebutkan :
حديث ابى هريرة انّ النّبىّ صلىّ الله عليه وسلّم قال : لايزنى الزانى حين يزنى وهو مؤمن , ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن , ولا يسرق السّارق حين يسرق وهو مؤمن.
   Artinya :  “Hadits Abu Hurairah bahwasanya Nabi Saw, bersabda : orang yang melakukan zina tidaklah melakukan zina ketika ia berzina berada dalam keadaan mu’min. Tidaklah orang yang meminum-minuman keras ketika ia me minumnya itu dalam keadaan mukmin. Dan tidaklah pencuri ketika ia mencuri itu berada dalam keadaan mukmin.” (HR.Al- Bukhori)[5]
Jadi apabila orang mukmin melakuakn perbuatan maksiat maka imannya akan sedikit berkurang karena seorang mukmin tidak akan melakukan maksiat dalam keadaan mukmin. Untuk itu kita harus bisa menghindari dari perbuatan maksiat karena maksiat itu termasuk perbuatan setan yang itu bisa menyesatkan orang-orang yang beriman.
Dalam hadits yang lain diterangkan juga kurangnya iamn seseorang karena berkurangnya iman kepada Allah yang artinya :
“ Hadits Abu sa’id Al- Khudri dimana ia berkata :” Rasulullah saw, keluarketempat shalat dalam ‘Idul Adlha lalu beliau meliwati para wanita, lantas beliau bersabda :” wahai segenap kaum wanita, bersedaqhohlah kamu sekalian karena telah diperlihatkan kepadaku  (pada malam isra’ bahwa) kamu (merupakan ) mayoritas penghuni neraka. Mereka bertanya : kenapa wahai Rasulullah ? “beliau bersabda : “ kamu banyak mengomel dan tidak mengakui kebenaran sauna. Aku tidak melihat ada orang yang kurang akal dan agama yang dapat menawan hati orang laki-laki yang pandai selain dari pada kau”. Mereka bertanya: “Apakah kekurangan agama dan akal kami wahai Rasulullah? “Beliau bersabda :” bukanlah persaksian wanita itu sepada persaksian orang laki-laki ?. mereka menjawab : “benar”. Beliau bersabda : “ itulah bukti kekurangannya. Bukankah wanita itu apabila sedang haid tidak shalat dan tidak puasa ? “benar”. Beliau bersabda : “ itulah bukti kekurangan agama”.( HR.Bukhori)[6]

Sebab-sebab kekurangnnya iman terbagi menjadi dua bagian :
Yang pertama sebab-sebab dari dalam diri manusia:
a.         Kebodohan sebagian lawan dari ilmu
Sebagian ilmu menjadi sebab bertambahnya iman seseorang maka kebodohan menjadi sebab berkurangnya.
b.         Melakukan kemaksiatan dan dosa
Syeh Muhammad Al- Utsmani hafidlahullah berkata : “ melakuakn kemaksiatan akan menyebabkan imannya berkurang sesuai dengan kadar kemaksiatan tersebut dan sikap meremehkannya.
c.         Nafsu yang menyuruh kepada kejelekan

Yang kedua sebab-sebab dari luar diri manusia:
1)   Setan
2)   Dunia dan fitnahnya
3)   Teman-teman yang jelek

C.       Rasa malu sebagian dari iman
Malu adalah akhlak yang menghiasi perilaku manusia dengan cahaya dan keanggunan  yang ada padanya. Inilah yang harus dimiliki oleh setiap laki-laki dan fitrah yang mengkarakter pada setiap wanita.
Ada tiga jenis sifat malu, yaitu:
Ø  Malu yang bersifat fitroh, misalnya malu kalau melihat yang tidak senonoh.
Ø  Malu bersumber dari iman, misalnya seorang mukmin menghindari perbuatan maksiat karena malu atas pantauan Allah.
Ø  Malu yang bermuncul dari dalam jiwa. Misalnya perasaan yang tidak malu seperti telanjang di hadapan banyak orang.
Dalam hadits disebutkan yang berbunyi :
حديث بن عمر : انّ رسول الله صلّى الله عليه وسلام مر على رجل من الانصار وهو يعظ اخاه فى الحياء , فقال رسول الله ص م : دعه فإنّ الحياء من الايمان.
Artinya :  “Hadits Ibnu 'Umar bahwasannya Rasulullah Saw. Melewati salah seorang anshar yang sedang menasehati saudaranya karena malu, kemudian Rasulullah saw. Bersabda:” Biarkanlah ia karena sesungguhnya malu itu sebagian dari iman” .(HR. Bukhari)[7]

Dan dalam hadits yang lain yang menerangkan tentang manisnya iman yang berarti sebagai berikut :
Artinya :  “ Hadits Anas dari Nabi saw, bersabda : Ada tiga sifat apabila ada pada diri manusia maka ia akan Merasakan manisnya iman, yaitu : ia mencintai Allah dan rasul-Nya dari pada selain kedua itu, ia seseorang hanya semata-mata karena Allah, dan ia enggan kembali kedalam kekufuran sebagaimana enggap untuk dilemparkan kedalam neraka. (HR. Bukhari)."

 IV.     KESIMPULAN
Iman menurut bahasa ialah tashdiq = membenarkan, amana = sejahtera, meyakini. Menurut istilah sebagian ahli ilmu adalah membenarkan Rasul terhadap apa yang dari Tuhannya, dan menyakini adanya Allah dan Rasulnya dan apa-apa yang di ciptakannya.
Hakikat iman menurut syara’ adalah membenarkan apa-apa yang dibawa oleh Nabi SAW dari Allah SWT. Dalam keimanan kita butuh menjaganya karena dalam kehidupan sangat banyak cobaan dan rintangan yang ada. Dan juga banyak yang meremehkan keimanan karena di dunia banyak yang menyenangkan akan tetapi itu menyesatkan.


V.          PENUTUP
Demikian maklah yang dapat kami sampaikan, pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
Dan akhirnya pemakalah mohon maaf apa bila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri pada khususnya dan bagi para pembaca yang budiman pada umumnya dalam kehidupan ini. Amin




DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Maulana Ali. Kitab Hadits Pegangan. Jakarta : Darul Kutubil Islamiyah. 1992

Fu’ad, Muhammad ‘Abdul Baqi. terjamah Al Lu’ Lu’ Wal Marjan. semarang : Al- Ridha. 1993


Faiz, Dr.Muhammad Almath, Qobasun Min Nuri Muhammad Saw, Jakarta : Gema Insani Prees, 1974

Muhammad, Syekh nawawi Al Bantani. Bahjatul Wasail.  Semarang : Al Ridha. 1994


Muhammad, Tengku Habsi Asy Shiddieqy. Mutiara Hadits 1. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002

Shabir, Drs. Muslich. 400 Hadits Pilihan. Bandung : PT. AL-MA’ARIF. 1985


[1] Dr.Muhammad Faiz Almath, Qobasun Min Nuri Muhammad Saw, Jakarta : Gema Insani Prees, 1974, Hal.26-28
[2] Syekh Muhammad nawawi Al Bantani, Bahjatul Wasail,  Semarang : Al Ridha, 1994, Hal.13-14
[3] Tengku Muhammad Habsi Asy Shiddieqy, Mutiara Hadits 1, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002, hal. 17-18
[4] Maulana Muhammad Ali, Kitab Hadits Pegangan, Jakarta : Darul Kutubil Islamiyah, 1992, hal. 26-27
[5] Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, terjamah Al Lu’ Lu’ Wal Marjan, semarang : Al- Ridha, 1993, hal. 39-40
[6] Ibid Muhammad fu’ad. Hal 48- 49
[7] Ibid Muhammad fu’ad. Hal 29-30

Selasa, 11 Oktober 2011

KRITERIA ORANG MATANG BERAGAMA


KRITERIA ORANG YANG MATANG BERAGAMA
I.                  Pendahuluan
Kemampuan seseorang  untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia mengalami dua macam  perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Puncak perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, perkembangan  jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan  rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity).
      Sebaliknya, dalam kehidupan tidak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian, pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.

II.               Rumusan Masalah
1.      Ciri dan Sikap keberagamaan
2.      Agama Sebagai Dasar Perkembangan Ilmu
3.      Agama Adalah Pengendali Moral

III.           Pembahasan
1.     Ciri dan Sikap Keberagamaan
Berdasarkan temuan psikologi agama baik berdasarkan faktor interen maupun hasil pengaruh lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. William James menilai secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu :
1.      Tipe Orang Yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
a.       Faktor interen yang Diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah :[1]
1)      Temperamen
Temperamen merupakan salah satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan kejiwaan seseorang. Tingkah laku yang didasarkan kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap keagamaan seseorang.

2)      Gangguan Jiwa
Orang mengidap gangguan jiwa menunjukan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. Tindak-tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang ditampilkanya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap.

3)      Konflik dan Keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaanya. Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia akan memilih salah satu agama yang diyakininya ataupun meninggalkannya sama sekali. Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang sesudah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan.

4)      Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan merasa tersisih dari curahan rahmat Tuhan.

Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan sikap :
a)      Pesimis
b)      Introvert
c)      Menyenangi paham yang ortodoks
d)     Mengalami proses keagamaan secara non-graduasi[2].

b.      Faktor eksteren yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah :
1)      Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan kejiwaan seseorang. Keguncangan jiwa ini sering pula menimbulkan kesadaran pada diri manusia berbagai macam tafsiran. Bagi mereka yang semasa sehatnya kurang memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup, umumnya menafsirkan musibah sebagai peringatan Tuhan kepada dirinya.
Kasus serupa juga dapat terjadi pada mereka yang terkena musibah lainya dan menilai penderitaan itu sebagai bentuk kutukan atau kualat, baik terhadap orang tua maupun tokoh-tokoh keagamaan. Mungkin saja musibah itu kebetulan menimpa mereka, setelah sebelumnya terjadi pelanggaran terhadap larangan atau nasihat yang ada hubunganya dengan ajaran agama. Akibat musibah seperti itu tak jarang pula menimbulkan perasaan menyesal yang mendalam dan mendorong mereka untuk mematuhi ajaran agama secara sungguh-sungguh.

2)      Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin dan rasa berdosa. Perasaan itu mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensasif, seperti melupakan sejenak dengan menenggak minuman keras, judi maupun berfoya-foya. Namun upaya untuk menghilangkan keguncangan batin tersebur sering tidak berhasil. Karena itu jiwa mereka menjadi labil dan terkadang dilampiaskan dengan tindakan yang brutal, pemarah, mudah tersinggung dan berbagai tindakan negatif lainya.
      Perasaan-perasaan tersebut biasanya mendorong mereka untuk mencari penyaluran yang menurut penilaianya dapat memberi ketentraman batin. Lazimnya, mereka ini akan kembali kepada agama. Kesadaran ini sering mendorong orang untuk bertobat. Sebagai penebus terhadap dosa-dosa yang telah diperbuatnya, tak jarang orang-orang seperti ini kemudian menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.[3]
2.      Tipe Orang Yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion psychology adalah :
a)      Optimis dan Gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandanganya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan.

b)      Ekstrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses religiusitas tindakanya. Mereka selalu berpandangan keluar dan membawa suasana hatinya lepas dari kungkungan ajaran keagamaan yang terlampau rumit. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama.

c)      Menyenangi Ajaran Ketauhitan yang Liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung :
1)      menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2)      menunjukan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3)      menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
4)      mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara so sial.
5)      Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
6)      Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7)      Selalu berpandangan positif.
8)      Berkembang secara graduasi.[4]

2.     Agama Sebagai  Dasar  Perkembangan Ilmu

Ilmu pengetahuan, teknologi dan agama adalah kekuatan-kekuatan yang mampu mentransformasikan kehidupan manusia. Keduanya berusaha untuk mengarahkan, mengantarkan  dan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Dengan keunggulan dan keterbatasanya dua sosok subyek ini dalam taraf tertentu terbukti telah memberikan sumbangan yang nyata bagi peningkatan taraf kehidupan manusia. Permasalahan yang muncul adalah bahwa kedua kekuatan itu berjalan sendiri-sendiri dan terlepas satu sama lain.

Ternyata, terlepasnya ilmu dan teknologi dari ikatan spiritual keagamaan menyebabkan kerusakan di dunia ini semakin parah. Kemajuan iptek yang tidak didasarkan pada moral spiritual agama akan semakin menyesatkan manusia, tapi terjadi juga pada kualitas lingkungan hidupnya. Kerusakan fisik lingkungan alam karena ulah manusia kini semakin nyata. Dengan demikian relevan bila saat ini kita berbicara tentang integrasi antara ilmu pengetahuan dan agama. [5]

3.     Agama Adalah Pengendali Moral
Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang sudah rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu.

Yang dimaksud dengan moral sendiri adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada keinginan-kepentingan pribadi.

Jika kita ambil ajaran agama, maka moral adalah sangat penting bahkan yang terpenting, dimana kejujuran, kebenaran, keadilan dan pengabdian adalah diantara sifat-sifat yang terpenting dalam agama.

Dari manapun kita dasarkan definisi tentang moral, maka definisi itu akan menunjukan bahwa moral itu sangat penting bagi setiap orang dan tiap bangsa. Bahkan ada seorang penyair Arab yang mengatakan bahwa ukuran suatu bangsa adalah moral atau ahlaknya. Memang moral sangat penting bagi masyarakat, bangsa dan umat. Kalau moral sudah rusak, ketentraman dan kehormatan bangsa itu akan hilang. Untuk mmemelihara kelangsungan hidup secara wajar, maka perlu sekali adanya moral yang baik.[6]


IV.           Kesimpulan
Ciri dan sifat keberagamaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu : tipe orang yang sakit jiwa, dan tipe orang yang sehat jiwa. Ilmu pengetahuan, teknologi dan agama adalah kekuatan-kekuatan yang mampu mentransformasikan kehidupan manusia. Keduanya berusaha untuk mengarahkan, mengantarkan  dan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia
Sedangkan, yang dimaksud dengan moral sendiri adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut.

V.                     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan dan presentasikan. Tentunya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu dibenahi, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun dari Ibu dosen dan para audien sangat kami harapkan guna memperbaiki karya ini. Atas perhatian dan partisipasinya kami sampaikan terima kasih.



Daftar Pustaka
·         Jalaludin. 2010. Psikolgi Agama. Jakarta : Rajawali pers.
  • Djalaludin Ancok&Fuat Nasori Suroso. 1994. Psikologi Isami. Yogyakarta :
 Pustaka Belajar.
  • Zakiah Darodjat.1982.  Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung.


[1] Jalaludin. Psikolgi Agama ( Jakarta : Rajawali Pers, 2010 Edisi Revisi.14 ) Hal 125-126.
[2] Ibid. Hal. 127-129.
[3] Ibid. Hal. 129-131.
[4] Ibid. Hal. 132-134.
[5] Djalaludin Ancok &Fuat Nasori Suroso. Psikologi Isami. (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 1994) Hal. 123.
[6] Zakiah Darodjat. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. (Jakarta : Gunung Agung, 1982) Hal. 63.