Selasa, 11 Oktober 2011

KRITERIA ORANG MATANG BERAGAMA


KRITERIA ORANG YANG MATANG BERAGAMA
I.                  Pendahuluan
Kemampuan seseorang  untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia mengalami dua macam  perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Puncak perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, perkembangan  jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan  rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity).
      Sebaliknya, dalam kehidupan tidak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian, pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.

II.               Rumusan Masalah
1.      Ciri dan Sikap keberagamaan
2.      Agama Sebagai Dasar Perkembangan Ilmu
3.      Agama Adalah Pengendali Moral

III.           Pembahasan
1.     Ciri dan Sikap Keberagamaan
Berdasarkan temuan psikologi agama baik berdasarkan faktor interen maupun hasil pengaruh lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. William James menilai secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu :
1.      Tipe Orang Yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
a.       Faktor interen yang Diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah :[1]
1)      Temperamen
Temperamen merupakan salah satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan kejiwaan seseorang. Tingkah laku yang didasarkan kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap keagamaan seseorang.

2)      Gangguan Jiwa
Orang mengidap gangguan jiwa menunjukan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. Tindak-tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang ditampilkanya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap.

3)      Konflik dan Keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaanya. Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia akan memilih salah satu agama yang diyakininya ataupun meninggalkannya sama sekali. Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang sesudah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan.

4)      Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan merasa tersisih dari curahan rahmat Tuhan.

Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan sikap :
a)      Pesimis
b)      Introvert
c)      Menyenangi paham yang ortodoks
d)     Mengalami proses keagamaan secara non-graduasi[2].

b.      Faktor eksteren yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah :
1)      Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan kejiwaan seseorang. Keguncangan jiwa ini sering pula menimbulkan kesadaran pada diri manusia berbagai macam tafsiran. Bagi mereka yang semasa sehatnya kurang memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup, umumnya menafsirkan musibah sebagai peringatan Tuhan kepada dirinya.
Kasus serupa juga dapat terjadi pada mereka yang terkena musibah lainya dan menilai penderitaan itu sebagai bentuk kutukan atau kualat, baik terhadap orang tua maupun tokoh-tokoh keagamaan. Mungkin saja musibah itu kebetulan menimpa mereka, setelah sebelumnya terjadi pelanggaran terhadap larangan atau nasihat yang ada hubunganya dengan ajaran agama. Akibat musibah seperti itu tak jarang pula menimbulkan perasaan menyesal yang mendalam dan mendorong mereka untuk mematuhi ajaran agama secara sungguh-sungguh.

2)      Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin dan rasa berdosa. Perasaan itu mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensasif, seperti melupakan sejenak dengan menenggak minuman keras, judi maupun berfoya-foya. Namun upaya untuk menghilangkan keguncangan batin tersebur sering tidak berhasil. Karena itu jiwa mereka menjadi labil dan terkadang dilampiaskan dengan tindakan yang brutal, pemarah, mudah tersinggung dan berbagai tindakan negatif lainya.
      Perasaan-perasaan tersebut biasanya mendorong mereka untuk mencari penyaluran yang menurut penilaianya dapat memberi ketentraman batin. Lazimnya, mereka ini akan kembali kepada agama. Kesadaran ini sering mendorong orang untuk bertobat. Sebagai penebus terhadap dosa-dosa yang telah diperbuatnya, tak jarang orang-orang seperti ini kemudian menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.[3]
2.      Tipe Orang Yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion psychology adalah :
a)      Optimis dan Gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandanganya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan.

b)      Ekstrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses religiusitas tindakanya. Mereka selalu berpandangan keluar dan membawa suasana hatinya lepas dari kungkungan ajaran keagamaan yang terlampau rumit. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama.

c)      Menyenangi Ajaran Ketauhitan yang Liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung :
1)      menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2)      menunjukan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3)      menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
4)      mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara so sial.
5)      Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
6)      Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7)      Selalu berpandangan positif.
8)      Berkembang secara graduasi.[4]

2.     Agama Sebagai  Dasar  Perkembangan Ilmu

Ilmu pengetahuan, teknologi dan agama adalah kekuatan-kekuatan yang mampu mentransformasikan kehidupan manusia. Keduanya berusaha untuk mengarahkan, mengantarkan  dan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Dengan keunggulan dan keterbatasanya dua sosok subyek ini dalam taraf tertentu terbukti telah memberikan sumbangan yang nyata bagi peningkatan taraf kehidupan manusia. Permasalahan yang muncul adalah bahwa kedua kekuatan itu berjalan sendiri-sendiri dan terlepas satu sama lain.

Ternyata, terlepasnya ilmu dan teknologi dari ikatan spiritual keagamaan menyebabkan kerusakan di dunia ini semakin parah. Kemajuan iptek yang tidak didasarkan pada moral spiritual agama akan semakin menyesatkan manusia, tapi terjadi juga pada kualitas lingkungan hidupnya. Kerusakan fisik lingkungan alam karena ulah manusia kini semakin nyata. Dengan demikian relevan bila saat ini kita berbicara tentang integrasi antara ilmu pengetahuan dan agama. [5]

3.     Agama Adalah Pengendali Moral
Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang sudah rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu.

Yang dimaksud dengan moral sendiri adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada keinginan-kepentingan pribadi.

Jika kita ambil ajaran agama, maka moral adalah sangat penting bahkan yang terpenting, dimana kejujuran, kebenaran, keadilan dan pengabdian adalah diantara sifat-sifat yang terpenting dalam agama.

Dari manapun kita dasarkan definisi tentang moral, maka definisi itu akan menunjukan bahwa moral itu sangat penting bagi setiap orang dan tiap bangsa. Bahkan ada seorang penyair Arab yang mengatakan bahwa ukuran suatu bangsa adalah moral atau ahlaknya. Memang moral sangat penting bagi masyarakat, bangsa dan umat. Kalau moral sudah rusak, ketentraman dan kehormatan bangsa itu akan hilang. Untuk mmemelihara kelangsungan hidup secara wajar, maka perlu sekali adanya moral yang baik.[6]


IV.           Kesimpulan
Ciri dan sifat keberagamaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu : tipe orang yang sakit jiwa, dan tipe orang yang sehat jiwa. Ilmu pengetahuan, teknologi dan agama adalah kekuatan-kekuatan yang mampu mentransformasikan kehidupan manusia. Keduanya berusaha untuk mengarahkan, mengantarkan  dan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia
Sedangkan, yang dimaksud dengan moral sendiri adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut.

V.                     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan dan presentasikan. Tentunya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu dibenahi, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun dari Ibu dosen dan para audien sangat kami harapkan guna memperbaiki karya ini. Atas perhatian dan partisipasinya kami sampaikan terima kasih.



Daftar Pustaka
·         Jalaludin. 2010. Psikolgi Agama. Jakarta : Rajawali pers.
  • Djalaludin Ancok&Fuat Nasori Suroso. 1994. Psikologi Isami. Yogyakarta :
 Pustaka Belajar.
  • Zakiah Darodjat.1982.  Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung.


[1] Jalaludin. Psikolgi Agama ( Jakarta : Rajawali Pers, 2010 Edisi Revisi.14 ) Hal 125-126.
[2] Ibid. Hal. 127-129.
[3] Ibid. Hal. 129-131.
[4] Ibid. Hal. 132-134.
[5] Djalaludin Ancok &Fuat Nasori Suroso. Psikologi Isami. (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 1994) Hal. 123.
[6] Zakiah Darodjat. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. (Jakarta : Gunung Agung, 1982) Hal. 63.