Rabu, 10 Oktober 2012

hal-hal yang harus dilakukan pada anak


HAL-HAL YANG DILAKUKAN TERHADAP ANAK YANG BARU LAHIR

       I.            PENDAHULUAN
Anak merupakan amanah Tuhan dan harapan bagi kedua orang tuanya. Dia merupakan hasil dari buah kasih sayang yang diikat dalam satu perkawinan antara suami dan istri dalam satu keluarga. Maka dari itu kedua orangtua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab itu akan membawa hasil yang penting bagi mereka di dunia dan juga kelak di akhirat. Oleh sebab itu, wajib bagi kedua orang tua untuk membesarkan anak-anak mereka dengan landasan iman yang sempurna dan akidah yang shahih.
Tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi mu’min yang kuat dan bertaqwa terletak di pundak kedua orang tua. Karena seorang anak mengambil teladan dari apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Bagi anak orang tua adalah tujuan tertinggi. Sehingga orang tualah yang di jadikan pijakan oleh anak.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana hadist yang menjelaskan tentang anak lahir atas dasar fitrah?
B.     Bagaimana hadist yang menjelaskan tentang metode perawatan terhadap anak yang baru dilahirkan?
C.     Bagaimana hadist yang menjelaskan tentang empat aspek pendidikan?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Hadist Tentang Anak Lahir Atas Dasar Fitrah
Di antara keistimewaan manusia adalah fitrah beragama yang hanya dikhususkan oleh Allah SWT kepadanya. Fitrah beragama ini telah dibawa manusia sejak lahir ke dunia. Dalam ayat Al-Qur’an juga diterangkan yaitu :
óOÏ%r'sùy7ygô_urÈûïÏe$#Ï9$ZÿÏZym4|NtôÜÏù«!$#ÓÉL©9$#tsÜsù}¨$¨Z9$#$pköŽn=tæ4ŸwŸ@ƒÏö7s?È,ù=yÜÏ9«!$#4šÏ9ºsŒÚúïÏe$!$#ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9uruŽsYò2r&Ĩ$¨Z9$#ŸwtbqßJn=ôètƒÇÌÉÈ
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum  ayat 30).
Dan dalam Hadist juga dijelaskan yaitu :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ َعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ  فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَا نِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ( فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْق اللهِ ذَالِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ  (أخرجه البخاري في كتاب الجنائز)

Artinya:” Nabi bersabda: tidaklah setiap bayi yang lahir kecuali dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanya yang dapat menyebabkan ia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang yang sempurna anggota tubuhnya. Kemudian Abu Hurairoh r.a berkata: “(Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…).

B.     Metode Perawatan terhadap Anak yang Baru Dilahirkan
Setelah kelahiran anak, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua terhadap kelahirannya diantaranya adalah mengaqiqahi, memberi nama dan mencukur rambut. Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ سَمْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى وَيُخْلَقُ رَأْسُهُ
( أخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)
Artinya : Dari Samrah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih atas namanya pada hari ketujuh kelahirannya, lalu ia dicukur dan diberi nama. (H.R. Tirmidzhi).[1]
Melihat Hadist yang tersebut diatas dapat diambil dapat diambil kesimpulan bahwasannya orang tualah yang mempunyai tugas yang paling wajib menanamkan tiang agama dan pendidikan guna meletakkan pondasi untuk masa depan anak.
Ada beberapa perawatan untuk anak yang baru saja dilahirkan, diantaranya sebagai berikut ;
1.      Mengumandangkan adzan dan Iqomat pada telinga sang anak, Supaya yang pertama kali di dengar oleh seorang anak tentang tauhid Allah SWT yang telah menciptakan dan mengadakan dirinya dari nutfah, ‘alaqoh, kemudian mudghoh dalam tiga bulan pertama di kandungan. Kemudian lahir dan jadilah Khalifah Allah SWT dimuka bumi.
2.      Memberikan nama
حد يث ابو درداع رضي الله عنه قال : انكم تد عو ن يوم القيامة باسمائكم واسماء ابائكمَ
 فاحسنوا اسما كم (رواه ابو داود)
Dari Abu Darda’ r.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan menyebut nama-nama kalian dan nama-nama ayah kalian maka oleh itu perbaikilah nama-nama kalian”.(H.R Abu Daud)[2]
Termasuk hak orang tua terhadap anak adalah memberi nama yang baik. Pemberian ‘nama yang baik’ bagi anak adalah awal dari sebuah upaya pendidikan terhadap anak-anak.
Cara-cara memberikan nama yang baik diantaranya yaitu :
a.       Menggunakan kata-kata yang memiliki arti baik
b.      Mencontoh nama-nama Nabi
c.       Mengidhofahkan (merangkaikan) sebuah kata yang berarti pengabdian (abdun) atau kata lain dengan nama-nama Allah SWT (Asmaul Husna).

Rasulullah SAW. Senantiasa berpesan agar para orang tua memberikan nama yang baik bagi anak-anak mereka. Ternyata, setelah puluhan abad, penelitian modern kemudian membuktikan bahwa nama-nama buruk yang diberikan pada anak menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kondisi kejiwaan. Hadist yang berbicara tentang pentingnya nama yang baik bagi anak ini antara lain sebagai berikut.
Rasulullah SAW, bersabda:
أحب الأ سماء الى الله عز و جل عبد الله و عبد الرحمن (رواه تر ميذي )
“sebaik-baiknya nama di sisi Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”(H.R Tirmidzi)
Adapun larangan-larangan memberi nama diantaranya yaitu :
a.       Larangan memberikan nama dengan gelar Nabi ( Abul Qasim).
حديت انس رضي ا لله عنه قال : دعا رجل بالبقيع, يا آ با القاسم ! فالتفت اليه النبي صلي الله عليه وسلم. فقال: لم اعنك. قال: سموا بسمي ولا تكتنوا بكنيتى. (رواه بخاري مسلم)
Anas r.a. berkata : Seorang memanggil kawannya di Baqi’: Hai Abu-Qasim, maka Nabi SAW, menoleh, lalu orang itu berkata: Bukan engkau. Maka Nabi SAW, bersabda: Pakailah namaku tetapi jangan bergelar dengan gelarku (yakni jangan bergelar: Abul Qasim ).
(H.R. Bukhori Muslim)                                                                                                    
b.      Larangan memberikan nama dengan nama Raja yang diraja (Malikul Muluk).
حديث ابي هريرة , قال: قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : اخنع الاسماء عند الله رجل تسمى بملك الاملاك (رواه بخاري مسلم )
Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW, bersabda: Nama yang sangat hina di sisi AllahSWT ialah orang menamakan dirinya raja yang diraja (raja dari semua raja).    (H.R Bukhari Muslim)[3]
Selain itu, Samurrah bin Jundab r.a. juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Melarang kami untuk memberikan empat macam nama berikut kepada anak-anak kami: Aflah, Rabbah, Yasaar, dan Naafi’.[4]
3.      Aqiqah
Aqiqah yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Dan diantara hikmah aqiqah adalah bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat karunia anak dan sebagai wasilah kepada Allah SWT dalam menjaga anak yang baru lahir dan dalam hal pemeliharaannya.[5]
Adapun jumlah hewan yang harus disembelih ketika aqiqah, Rasulullah SAW bersabda ketika ditanya mengenai aqiqah:
                        عَلَى الغُلاَمِ شَاتَانِ وَعَلَى الجَارِيَةِ شَاةٌ لاَيَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنّ أَمُ اَنَاثًا
Artinya: Aqiqah untuk  anak laki-laki adalah dua ekor kambing  dan anak anak perempuan seekor kambing, boleh juga kambing jantan atau betina.      
Dalam sebuah Hadits juga telah diriwayatkan bahwa Rasullullah SAW menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husain, masing-masing satu ekor kambing. Orang yang diberi kelapangan rizki oleh Allah SWT dan mampu, hendaknya menyembelih hewan aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan anak perempuan seekor kambing, namun bila kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk menyembelih dua ekor kambing, ia boleh menyembelih seekor kambing untuk laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan.
Hukum aqiqah itu Sunah Mustahabbah (sangat dianjurkan). Dan pada umumnya, waktu penyembelihan hewan aqiqah itu hari ke tujuh dari hari kelahirannya.[6]



4.      Memotong Rambut
Mencukur rambut merupakan suatu hal yang dianjurkan oleh Nabi SAW, yang dikerjakan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Hal ini mempunyai banyak faedah, adapun diantaranya faedah mencukur rambut bayi, sebagian ulama’ mengatakan bahwa di antara hikmah pencukuran rambut dan bersedekah yaitu bahwa rambut yang masih menempel dikepala bayi saat dilahirkan merupakan sisa (kelanjutan) dari pertumbuhan janin. Karenanya, membuang rambut itu pertanda mulainya pertumbuhan bayi di luar rahim ibunya. Hal ini merupakan hikmah yang mesti disyukuri dan cara pensyukuran yang baik yaitu dengan cara mencukur rambutnya lalu rambutnya ditimbang untuk ukuran sedekah.
 Dan hendaklah disedekahi dengan emas atau perak seberat rambutnya atau dengan uang seharga kedua-duanya (emas atau perak). Disamping itu, ada faedah lain dari pencukuran rambut bayi, yaitu faedah pencukuran rambut bayi dari sisi kesehatan dan faedah dari sisi sosial (masyarakat).

C.    Aspek-Aspek Pendidikan Islam Pada Anak
Sebagai realisasi tanggung jawab orang tua terhadap anak atas pendidikan, orang tua harus memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu:
1)      Pendidikan Ibadah
عن عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده رضي الله عنه قال: قال ر سول الله صلي عليه وسلم: مرو اولادكم بالصلاة وهم آبناء سبع واضربوهم آبناء عشر وفرقوا بينهم في المضاحع(رواه داود)
“Dari Amr bin Su’aib dari ayahnya dari kakeknyara. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: perintahlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat bila berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan).[7]  


Para Ulama’ berkata “demikian juga dalam puasa dan ibadah yang lain, agar menjadikan hal itu sebagai latihan bagi mereka untuk ibadah”. Begitu mereka menginjak  dewasa, mereka akan terus beribadah dan menaati perintah Allah SWT serta menjauhi larangannya, orangtua sangat berperan dalam ibadah.             
2)      Pendidikan Akhlakul Karimah
Umar bin Abi Salamah r.a berkata, “ketika masih kecil dan berada di pangkuan Rasulullah SAW, tangan saya pernah berusaha meraih sebuah makanan yang terletak di mangkok. Melihat hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda :
يا غلا م سم الله و كل بيمينك و كل مما يليك (رواه بخاري)
“Wahai anakku, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kanan, serta makanlah apa yang berada di dekatmu.” (H.R Bukhori)
Rasulullah SAW bersabda :
لأن يؤ دب الر جل و لده خير من أن يتصد ق بصاع (رواه تر ميذي)           
“Usaha seorang ayah untuk menanamkan budi pekerti yang baik terhadap anaknya lebih baik dibanding bersedekah sebanyak satu sha’.”
Tidak ada pemberian dari orang tua terhadap anaknya yang lebih utama ketimbang mengajarkan budi pekerti yang baik kepada mereka. Maka dari itu orang tua sangat berperan pada anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari.[8]
 IV.            KESIMPULAN
Seorang anak harus dirawat dan diberi pendidikan sejak dini agar dalam kehidupan selanjutnya dapat menjadi seorang yang berakhlakul karimah serta mampu mengharumkan nama negara dan agama. Untuk itu ia harus di beri pendidikan mulai dini seperti pendidikan akhlak, agama, ketauhitan, dan lain sebagainya yang meliputi aspek-aspek yang menunjang perkembangan anak.  Maka disinilah orangtua mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan jiwa anak.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan dan presentasikan. Tentunya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu dibenahi, oleh karenanya  saran dan kritik yang membangun dari Bapak dosen dan audien sangat kami harapkan guna memperbaiki karya ini. Atas perhatian dan partisipasinya kami sampaikan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Yahya, Abu Zakarya. RiyadhusSholihin,Jakarta: Pustaka Amani, 1999
Ahmad, Hidayatullah, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, Jakarta: FikriRabbani Group,2008
Jabir. El-jazair, Abu Bakar, Pola Hidup Muslim Thaharoh, Ibadah dan Akhlaq, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997
Riyadh, Dr. Sa’ad, Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah, Jakarta: Gema Insani, 2007
Bahreisy, H, Salim, Abdul AlBaqi, M, Fuad, Al-Lu’luWalMarjan, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990
Nawawi, Imam, Terjemah Al Adzkar, Bandung: PT Al Ma’arif, 1984
Hajar, Ibnu, Terjemah BulughulMaram, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2009
           





[1] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemahan Lengkap BulughulMaram, (Jakarta: Akbar  Media Eka Sarana, 2009), hlm. 625.
[2] Imam Nawawi, Terjemah Al-Adzkar, ( Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1984), hlm .695.
[3]M. Fuad Abdul Baqi dan H. Salim Bahreisy, Al-lu’luWalMarjan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 813-815.
[4]Dr. SaadRiyadh,Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah, ( Jakarta: Gema Insani Press,2007), hlm. 153.
[5] Abu Bakar Jabir El-jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Thaharah, Ibadah dan Akhlak, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1997), hlm. 332.
[6]Hidayatuallah Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim( Jakarta: FikrRobbani Group, 2008), hlm. 56-57.
[7]Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An Nawawi, RiyadhusSholihin, (jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm. 316.
[8]Op.Cit, Dr. Sa’ad Riyadh, hlm. 165.